Selasa, 20 Mei 2014

Rindu Masa Itu

Hari itu berlalu dengan tawa disetiap sorenya. Menikmati dua waktu lantunan azan, termenung diam memandang langit. Lamunan hilang saat kami saling menyapa, menguatkan satu sama lain. Setiap tetes air wudhu membasahi kami, menyegarkan kembali jiwa yang telah penat akan rutinitas. Hidup kami memang berbeda, tapi lukanya sama. Yang bisa kami lakukan hanya menunggu waktu berpihak tanpa perlu berkeluh kesah.

Ada kalanya kami rindu akan sosok ayah. Adakalanya kami rindu sosok ibu. Adakalanya kami rindu seorang kakak atau adik, sekedar untuk dijahili atau bahkan kami yang dibuli. Dan adakalanya kami rindu sanak saudara. Semua itu bisa sedikit terobati dengan kelengkapan keluarga kecil kami. Anak-anak yang masih mencari jati dirinya sendiri. Peran ayah, ibu, kakak, dan adik seolah telah terisi dengan insan-insan yang ada.

Aku sangat suka memerankan tokoh adik yang selalu dimanja dan terkadang aku juga menjadi ibu atau kakak yang siap menjadi sandaran atau membela tokoh lain yang aku sayang. Semuanya bisa berganti peran disin, tanpa ocehan sutradara atau terikat akan naskah. Yang paling gila dari drama ini, kami jug bisa menjadi orang asing.  Tidak ada batasan jelas siapa kami disini, yang ada senang kami yang menggelegar.

Kami seperti memainkan drama kolosal yang tamat dengan kesedihan. Seperti drama tontonan, penonton akan kecewa saat akhirnya menyedihkan atau menggantung. Tapi drama kami nyata, tidak ada penonton yang menyadari. Tidak ada panggung megah ataupun sederhana. Semua nyata dan tanpa naskah, mengalir seperti air bah yang tiba-tiba datang. Semua hancur saat itu juga. Saat sebuah akhir telah dibuat, semuanya selesai. Drama kami yang semula indah, menjadi mencekam dan penuh dengan penyesalan.

Drama kami tidak lagi nyata. Hanya semu-semu terbayang. Setiap insan mencari jalannya masing-masing, menempuh lukanya sendiri. Mencari kehangatan sendiri tanpa dekapan tangan para tokoh drama lain.

Seperti dandelion yang terbang bersama angin karena sudah memasuki kedewasaan memenuhi waktunya untuk mencari tanah yang baru dan memperindah tempat yang baru. Seperti Lily Putih yang masih terlihat indah dipandang tanpa aku tahu seberapa besar lukanya karena akhir cerita ini. Seperti Mawar Hitam yang mulai layu dan menumbuhkan lebih banyak duri agar dia terlihat tetap kuat. Seperti Bunga Matahari yang terus mengejar matahari untuk tetep menyinarinya agar tidak terlihat lesu dan tetap berharap bunga lain mau mengikuti langkahnya. Seperti bunga-bunga  lain yang mencari tujuannya masing-masing.

Bunga-bunga yang indah bertahanlah hingga kemarau ini berganti hujan. Kita selalu memiliki ikatan, luka atau bahagia yang tersisa, kita tetap tokoh-tokoh drama satu cerita. Aku juga tidak bisa menjelaskan kapan semua ini akan membaik, tapi saat itu terjadi kita sudah cukup dewasa menghadapi keyataan.


^_^  Terimakasih sudah mau membaca


Share: