Sabtu, 07 Februari 2015

Tontonan Bukan Tuntunan

Kalau kita berbicara tontonan, sebagian orang pasti memikirkan TV. Memang itulah yang sekarang terjadi di Indonesia. Masyarakan lebih menyukai tontonan dari pada tuntunan. Entah karena masyarakat terlalu jenuh dengan kehidupan dan mencari pelampiasan atau memang jenis manusianya yang gak mau bergerak dari zona aman.

Hal yang terpenting dari sebuah stasiun TV adalah rating. Selama rating sebuah acara bagus dan menguntungkan, maka pihak stasiun TV akan tetap mempertahankan acara itu hingga masyarakat bosan sendiri.

Meski tidak semua acara TV buruk, namun kenyataannya lebih dari 50% tontonan yang disajikan tidak mendidik. Setiap hari disuguhi dengan kisah percintaan yang tidak sepenuhnya benar terjadi di dunia nyata. Bahkan seorang penulis buku pun akan berpikir puluhan kali jika apa yang dia tulis mustahil terjadi.

Bagaimana bisa seorang anak hanya memikirkan tentang cinta. Hidup tidak semudah itu. Jika anak-anak yang menonton percintaan seperti itu besar kelak, maka bisa dipastikan dia akan bilang "orang dewasa itu suka menipu". Apanya coba yang enak jadi besar. Semakin banyak masalah. Jangankan untuk ngurusin cinta, sekolah aja kayak gini. Kuliah apa lagi. Dunia pendidikan cuma untuk ajang kekuasaan.

Pacaran. Bukan sebuah kata asing saat ini. Anak SD saja sudah pacaran. Apakah ini benar? Menurut wikipedia, Pacaran merupakan proses perkenalan antara dua insan manusia yang biasanya berada dalam rangkaian tahap pencarian kecocokan menuju kehidupan berkeluarga yang dikenal dengan pernikahan. Apa iya anak-anak udah disodorin dengan pernikahan? Memangnya ini zaman apa.

Jika semua ini cuma lucu-lucuan, lalu kenapa banyak yang hamil. Mereka itu cuma tahu enaknya. Mereka belum berfikir kedepan. Jika seperti ini adanya, seharusnya mereka juga diberitahu sebab-akibat dari perbuatannya.

Saat rasa malu mulai hilang dan ketidak tahuan hadir, maka saat itulah akan muncul yang disebut kebebasan tanpa tanggung jawab. Tidak perduli dengan akibat dari perbuatannya. Bukan berarti anda harus bijak untuk mengatasi masalah ini, setidaknya berfikirlah sejenak. Yang bisa diusahakan disini hanya memberi pengarahan sesuai nalar anak. Lihatlah sekeliling anda, apakah ini terjadi pada lingkungan anda atau justru anda sendiri yang masuk dalam kategori ini.

Saranku untuk anak-anak, nikmati masa kecil kalian. Tayangan TV tidak semuanya nyata. Jika kalian tahu apa itu arti bohong, maka itulah yang terjadi. Kalian dibohongi. Saat kalian SD dan melihat anak SMP, kalian anak bilang, "Enak ya jadi anak SMP". Saat kalian SMP, kalian tidak akan dapat yang disebut enak saat SD. 

Semua itu ada tahapannya. Semua itu ada masanya. Tidak enak jadi orang yang mulai dewasa. Tidak enak dewasa cepat-cepat.

Aku juga heran. Kenapa saat aku jadi anak-anak orang dewasa selalu bilang, "cepat besar ya!". Mungkin sebagian orang mengalami ini. Aku katakan ini jujur, sebagai seorang anak yang tidak pernah dapat alasan untuk cepat dewasa. Kata-kata itu cuma hiburan untuk diri mereka sendiri. Setidaknya kelak ada yang mengetahui seberapa berat perjuangan mereka. Karena mereka tidak bisa menjelaskan hal apa saja yang akan dihadapi orang dewasa karena semua itu berujung pada kata kompleks, rumit dan beban.

Keputusan ada di masing-masing pihak. Jika ingin hidup enak-enak saja, santai-santai saja bersiap-siaplah berlindung di zona amanmu yang lama kelamaan akan membunuhmu sendiri.

Jika kamu mau meluangkan sedikit waktu untuk berfikir. Pilahlah dulu apakah sesuatu itu baik untukmu atau tidak. Semua orang akan menuai hasilnya masing-masingkan. Apa yang kau usahakan maka itulah yang kau dapatkan.Tontonan bukan tuntunan. Begitulah yang sekarang terjadi.  Bahkan saat hal itu yang dilakukan orang tua kita, belum tentu itu tuntunan yang baik untuk kita. Jangan cuma bisa meniru apa lagi meniru hal yang buruk. 

Berfikirlah sejenak untuk masa depanmu.Luangkanlah sedikit waktu untuk mengontrol keadaan anak. 



Share: